Apa Itu Daring ….. !!!
Oleh : Oktawira Wimaputri

Pada masa pandemi sekarang ini pemerintah melalui menteri pendidikan  Nadiem Makarim  memutuskan dengan kebijakan baru  untuk mengubah pola pembelajaran, awal mulanya secara tatap muka sekarang menjadi secara online, berlaku untuk tahun ajaran 2020/2021. Komunikasi daring atau komunikasi virtual merupakan bentuk komunikasi dengan cara penyampaikan dan penerimaan informasi dilakukan dengan menggunakan sarana internet, atau melalui dunia maya (cyberspace).  Komunikasi virtual pada abad ini dapat dilakukan di mana saja serta kapan saja, salah satu bentuk komunikasi virtual adalah pada penggunaan internet

Hal ini, dilakukan oleh semua jenjang pendidikan mulai dari SD sampai PT melakukan pembelajaran dengan metode daring (online), semua tenaga pendidik harus mempunyai skill penguasaan media internet, untuk mendukung program daring tersebut yang diberlakukan saat ini, yang sebelumnya  tenaga pendidik dalam proses belajar mengajar dengan metode tatap muka dan pembelajaran secara online untuk waktu yang tidak ditentukan sampai kapan (permanen) menuntut tenaga pendidik harus menyiapkan materi yang akan diajarkan secara online kepada mahasiswa/muridnya.

Ada  beberapa manfaat pembelajaran atau perkuliahan secara online (DARING) antara lain:

  • Lebih ekonomis. Dengan menggunakan daring lebih hemat dan efesian dari sektor
  • pembiayaan karena tidak lagi menghitung biaya transportasi dari rumah menuju sekolah untuk melakukan sistem belajar mengajar dengan tatap muka
  • Intensitas komunikasi yang praktis. Keenggaan sesorang untuk berkomunikasi secara langsung disebabkan beberapa faktor diantaranya percaya diri (minder) akan bisa dihindari dengan menggunakan kamunikasi daring yang merupakan komunikasi via dunia maya.
  • Multi fungsi. Komunikasi daring dapat digunakan dengan berbagai macam moment diantaranya presentasi, diskusi, seminar dan lain sebagainya
  • Meningkatkan kualitas SDM. Seseorang akan berusaha meningkat pengetahuan yang berhubungan dengan IT.
  • Sarana mengepresikan diri. Segala ide yang dimiliki oleh seseorang akan terekspresikan kepada orang lain tanpa tersekat dengan ruang dan waktu.

Dengan adanya era pandemi seperti saat ini memaksa seseorang untuk menjadi yang lebih baik dan unggul dalam bersikap untuk menuju era modern yang mau tidak mau harus dilaluinya.

Kegiatan orientasi atau pengenalan perpustakaan bagi mahasiswa baru merupakan wadah dalam mengenal perpustakaan

Pendahuluan

Belajar di perguruan tinggi berbeda dengan belajar di sekolah. Belajar di perguruan tinggi menuntut kemandirian dalam berbagai hal. Kemandirian dalam mengatur aktivitas sehari-hari, menyiapkan kebutuhan belajar, dan termasuk menunaikan tugas perkuliahan. Untuk menyelesaikan tugas tersebut maka mahasiswa memerlukan berbagai sumber informasi. Salah satu fasilitas yang menyediakan berbagai sumber informasi tersebut yakni perpustakaan. Mahasiswa baru harus mengenal perpustakaan lebih dekat supaya dapat memperoleh informasi yang tersedia di perpustakaan dengan efektif dan efisien. Perpustakaan perguruan tinggi memiliki tugas utama mengumpulkan, mengolah, dan menyebarluaskan informasi yang dibutuhkan oleh seluruh civitas akademika perguruan tinggi tersebut, baik dosen, mahasiswa, maupun tenaga kependidikan. Perpustakaan perguruan tinggi memiliki tugas

mengembangkan suatu strategi ataupun program guna mengenalkan berbagai fasilitas dan layanan serta koleksi yang dimilikinya agar dapat dimanfaatkan oleh pemustaka. Pengenalan perpustakaan sangat penting dilakukan terutama bagi mahasiswa baru yang akan menempuh studi di perguruan tinggi. Program pertama yang dilaksanakan di perpustakaan yaitu orientasi perpustakaan.

Mahasiswa baru berasal dari beragam sekolah dengan fasilitas yang berbeda-beda termasuk keberadaan perpustakaan di sekolah tersebut.  Keragaman tersebut memberikan latar belakang pengalaman yang berbeda-beda diantara mereka. Sehingga terdapat perbedaan pengetahuan dan kemampuan dalam memanfaatkan perpustakaan, terutama kemampuan dalam menemukan buku dari rak koleksi atau penelusuran melalui katalog online. Dengan latar belakang tersebut kegiatan orientasi perpustakaan atau pengenalan perpustakaan sangat penting untuk dilakukan.

Tujuan Orientasi Perpustakaan

Perpustakaan merupakan sebuah lembaga yang terus berkembang, terutama beriringan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini berdampak terhadap munculnya berbagai layanan baru di perpustakaan. Selain peluang pengembangan perpustakaan muncul pula tantnagan agar perpustakaan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pemustaka. Oleh karena itu muncul program kegiatan pendidikan pemustaka. Salah satunya yaitu orientasi perpustakaan. Orientasi perpustakaan bertujuan mengenalkan perpustakaan kepada mahasiswa agar tertarik untuk memanfaatkan perpustakaan (Brown, 2017)

____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Orientasi perpustakaan adalah orientasi kepada pemusakana agar mereka mengenal lebih dekat perpustakaan. Orientasi ini pada umumnya dilaksanakan alam bentuk kunjungan dan penjelasan singkat mengenai jasa, koleksi, jam buka, dan fasilitas lain dari perpustakaan. Menurut Sulistyo Basuki tujuan orientasi perpustakaan yaitu mengenalkan perpustakaan kepada pemustaka mengenai aspek fisik perpustakaan, bagian-bagian layanan perpustakaan,  jasa khusus seperti penelusuran berbantuan computer, organisasi koleksi yang digunakan misalnya sistem OPAC, Dewey Decimal Classification (DDC) dan metadata, serta menumbuhkan motivasi dikalangan pemakai untuk mau kembali ke perpustakaan guna memanfaatkan koleksinya (Pratiwi & Febriansyah, 2014)

Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa orientasi perpustakaan merupakan kegiatan dalam upaya mengenalkan perpustakaan kepada pengguna perpustakaan. Oleh karena itu, materi orientasi perpustakaan terdiri dari pengenalan secara umum mengenai apa yang dimiliki perpustakaan. Menurut Ingalls (2015) dia mengkategorikan apa yang disajikan dalam orientasi peprustakaan ke dalam lima kategori yaitu :

Mengenalkan denah atau layout perpustakaan atau mengenalkan perpustakaan secara fisik mengenai ruang yang tersedia.

Mengenalkan website peprustakaan atau megenalkan perpustakaan secara

Mengenalkan penggunaan katalog.

Mengenalkan jenis layanan dan koleksi.

Mengenalkan cara menemukan bahan pustaka milik perpustakaan.

Perpustakaan sebagai sebuah sarana fisik dan sebuah sistem layanan perlu dikenalkan kepada pemustaka. Kegiatan orientasi perpustakaan memiliki tujuan mengenalkan perpustakaan kepada pemustaka tentang fasilitas, sumberdaya manusia, koleksi dan layanan perpustakaan. Sebagaimana dikutip Alam (Alam, 2014) dari Malley (1984), Rahayuningsih (2005) dan Ratnaningsih (1994) dapat disimpulkan bahwa tujuan orientasi perpustakaan yaitu

Pemustaka dapat mengetahui keberadaan perpustakaan.

Pemustaka mengetahui fasilitas yang disediakan dan tata letaknya di perpustakaan.

Pemustaka mengenal koleksi yang dimiliki peprustakaan termasuk bentuk dan jenis koleksi tersebut.

Pemustaka mengetahui berbagai jenis layanan yang tersedia di peprustakaan.

Pemustaka mengetahui cara melakukan penelusuran informasi melalui katalog dan menemukan koleksi secara efektif.

Pemustaka mengetahui tata tertib dalam memanfaatkan peprustakaan dan dapat mentaatinya dengan baik.

Pemustaka mengenali pustakawan dan dapat berinteraksi dengan baik.

Pemustaka memiliki motivasi dalam memanfaatkan perpustakaan untuk memnhui kebutuhan informasi.

Manfaat Orientasi Perpustakaan

Banyak kajian dan penelitian yang menunjukkan tentang manfaat dari program orientasi perpustakaan. Secara umum orientasi perpustakaan bermanfaat antara lain membekali pengguna perrustakaan dengan berbagai kemampuan dalam mengidentifikasi, menelusuri, menemukan dan memanfaatkan informasi. Kemampuan tersebut dapat dimanfaatkan untuk proses belajar secara mandiri dalam menempuh pembelajaran di perguruan tinggi maupaun proses belajar seumur hidup. Kegiatan orientasi perpustakaan berpengaruh terhadap peningkatan prestasi akademik dan dapat meningkatkan kemampuan membaca mahasiswa. Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai titik awal dalam menjalankan kegiatan perkuliahan terutama ketika menyusun tugas dan penelitian yang diberikan oleh dosen dalam perkuliahan. (Manuwa, Agboola, & S. Aduku, 2018)

Metode Orientasi Perpustakaan

Orientasi perpustakaan dilakukan dengan beberapa metode. Metode yang digunakan dalam orientasi perpustakaan meliputi beberapa kategori metode orientasi perpustakaan (Ingalls, 2015) (Pratiwi & Febriansyah, 2014)

Metode tour perpustakaan. Metode ini meskipun tradisional masih efektif dalam kegiatan orientasi perpustakaan. Pemustaka dikenalkan kepada gedung dan ruang perpustakaan. Tur perpustakaan dipandu pustakawan atau staf perpustakaan untuk mengenal ruang sekaligus layanan yang tersedia. Koleksi secara fisik baik buku, terbitan berseri, komputer dan lokasi perpustakaan.

Metede workshop atau seminar. Melalui metode ini pemustaka dikenalkan terhadap berbagai sumber daya perpustakaan. Fokus dari kegiatan ini berupa pengenalan lokasi sumber daya yang ada secara fisik, elektronik dan menggunakannya secara efektif. Presentasi dalam kelas. Materi orientasi perpustakaan yang dipresentasikan dalam kelas sama dengan materi yang disajikan dalam workshop atau seminar. Metode ini juga menekankan pada integritas akademik yang berkaitan dengan penggunakan sumber daya

_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

perpustakaan yaitu sitasi yang benar, hak cipta, dan plagiarisme.

Metode program audio visual untuk keperluan orientasi. Informasi disajikan secara konsisten dan dapat diakses setiap waktu. Apalagi dengan memanfaatkan berbagai fasilitas media baik media social maupun online melalui internet. Pustakawan dapat menyusun berbagai konten orientasi perpustakaan dan menyajikannya melalui media-media tersebut.

Metode pembuatan tanda atau marka informasi grafis sebagaimana di sebuah gedung atau sarana umum lainnya. Pare pemustaka secara langsung diarahkan dalam pemanfaatan perpustakaan melalui marka tersebut. pembuatan tanda atau marka tersebut sangat penting terutama di peprustakaan yang memiliki banyak fasilitas dalam area yang cukup luas. Tanda tersebut bermanfaat bagi pemustaka agar mereka dapat dengan mudah dalam mencari sebuah ruangan atau fasilitas lainnya.

Kesimpulan

Mahasiswa baru di perguruan tinggi perlu mengenal berbagai sistem dan fasilitas yang ada di kampus tempat mereka belajar. Perpustakaan merupakan salah satu fasilitas yang akan dimanfaatkan dikala mereka melakukan kegiatan belajar. Mahasiswa baru harus mengenal secara lebih detail mengenai berbagai aspek dalam pemanfaatan perpustakaan. Kegiatan orientasi atau pengenalan perpustakaan bagi mahasiswa baru merupakan wadah dalam mengenal perpustakaan tersebut. Dalam orientasi ini mahasiswa baru dapat mengenal dan mencoba untuk memanfaatkan layanan perpustakaan yang tersedia. Perpustakaan membimbing mereka dengan metode yang efektif dan efisien agar tujuan orientasi dapat tercapai dengan baik. Ketika mahasiswa baru telah mengenal dengan baik dan dapat memanfaatkan perpustakaan untuk mendukung kegiatan belajar mereka maka hal tersebut dapat menjadi indikator bahwa kegiatan orientasi telah berhasil dengan baik. Dengan demikian kegiatan orientasi ini sangat penting bagi mahasiswa baru agar mereka tidak tersesat dalam perpustakaan dan dapat memanfaatkan peprustakaan dengan sebaik-baiknya.

DAFTAR PUSTAKA

Alam, S. (2014). Manfaat orentasi pendidikan pengguna. J U P I T E R, 13(2). Retrieved from http://journal.unhas.ac.id/index.php/jupiter/article/view/1648 Brown, E. (2017). You have one hour: Developing a standardized library orientation and evaluating student

learning. Education Libraries, 40(1). https://doi.org/10.26443/el.v40i1.19

Ingalls, D. (2015). Virtual Tours, Videos, and Zombies: The Changing Face of Academic Library Orientation. Visites Virtuelles, Vidéos et Zombies : Le Nouveau Visage de I’initiation à La Bibliothèque Universitaire., 39(1), 79–90. https://doi.org/10.1353/ils.2015.0003

Manuwa, A., Agboola, B., & S. Aduku, B. (2018). Effects of Library Orientation on Library Use in Two Academic Libraries in Gashua, Yobe State, Nigeria. JOURNAL OF LIBRARY AND INFORMATION SCIENCES, 6(2). https://doi.org/10.15640/jlis.v6n2a5

Prasetyo, B., & Jannah, L. M. (2008). Metode penelitian kuantitatif. Jakarta: Rajawali Pers.

Pratiwi, J. E., & Febriansyah, I. (Eds.). (2014). Senarai pemikiran Sulistyo Basuki: Profesor pertama ilmu perpustakaan dan informasi di Indonesia (Cet. Pertama). Jakarta: Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII). Setiawan, H. (2014). Efektivitas kegiatan orientasi perpustakaan (studi eksplanatif tentang efektivitas kegiatan orientasi perpustakaan terhadap pemanfaatan layanan pada perpustakaan universitas airlangga surabaya). Journal Unair, 3(1). Retrieved from http://journal.unair.ac.id/LN@efektivitas-kegiatan-orientasi-perpustakaan–(-studi-eksplanatif-tentang-efektivitas-kegiatan-orientasi-perpustakaan-terhadap-pemanfaatan-layanan-pada-perpustakaan-universitas-airlangga-article-6704-media-136-category-136.html

“AYO.. KELUAR DARI TEMPURUNG!”

(Harapan & Kenyataan Peran Pustakawan Perguruan Tinggi)

Oleh : Imam Yanuar

Bagai tempurung yang memisahkan katak dengan dunia luar. Sisi dalam tempurung adalah zona nyaman (mind-set). Tempurungnya adalah keengganan telaah dan sikap abai yang terpelihara dan yang meniadakan awareness

ecara berkelakar, beberapa hari lalu sempat terucap tanya,”Masak berkutat di pemenuhan kebutuhan dasar saja isi kepala kita?” dihadapan beberapa teman sesama pustakawan dalam sebuah perbincangan. “Bukankah untuk sandang, pangan, papan kita ini sudah ada di zona nyaman? Lalu kapan aktualisasi?” lanjut saya lagi mencoba memantik semangat aktualisasi untuk keluar dari zona nyaman: tenggelam dalam tugas-tugas pengelolaan dan layanan perpustakaan, menggugurkan kewajiban. Sengaja bermaksud memicu motivasi intrinsik, khususnya, untuk saya sendiri yang ‘mandheg’ ketika tengah menulis dan umumnya untuk teman-teman itu yang mengalami kebuntuan yang sama. Hingga muncul hal-hal yang layak menjadi catatan dalam perbicangan tersebut. Pertama, perlunya pemutakhiran kesadaran dan pemahaman(awareness) yang dikelola secara terstruktur dan formal di perpustakaan. Ini berarti ‘memaksa’ setiap pustakawan untuk belajar  menyerap dan menelaah ragam informasi dan fenomena dari luar. Apapun yang up-to-date dan relevan dengan profesi pustakawan. Misalnya: seluk beluk scholarly communication (komunikasi ilmiah); booming open access beberapa waktu lalu; institutional repository sebagai kanal alternatif legitimasi peer-review dan publikasi hasil-hasil riset; jaringan inter-library; bahkan

tentang academic library. (Budd, 1998; Shehata et al., 2015; Tenopir et al., 2017). Lalu mengkondisikan sedemikian rupa agar hasil belajarnya melatar-belakangi ide-ide aktualisasi. Paling tidak, pengelolaan terstruktur dan formal untuk memunculkan ide-ide aktualisasi semacam ini bisa menjadi landasan penilaian kinerja profesi pustakawan. Lebih jauh lagi, bisa menjadi suatu gagasan tentang standarisasi akuntabilitas profesional dengan parameter ide aktualisasi; berupa program/ kegiatan peningkatan kapasitas/ mutu, pembaruan tata kelola suatu bagian tertentu, ataupun program/ kegiatan pengembangan lainnya. Yang jelas, hal pertama disini adalah awareness tidak lagi tergantung pada orientasi personal/ individu, tetapi satu keadaan yang bisa dikondisikan secara formal/ kelembagaan. Kedua, perlunya azas kebersamaan. Bahwa kita aware atas ‘apa yang melatar-belakangi satu ide aktualisasi muncul’ berarti kita mem-bersama-i pencetus ide itu dalam persepsi. Bahwa kita aware atas ‘mengapa satu ide aktualisasi penting’ berarti kita mem-bersama-i pencetus ide itu dalam signifikansi. Bahwa kita aware atas ‘mengapa satu ide aktualisasi harus ada’ berarti kita mem-bersama-i pencetus ide itu dalam urgensi. Tentang siapa pencetus ide aktualisasi bukanlah sesuatu yang penting dalam azas kebersamaan ini sebab kapasitas serapan atau hasil belajar individu berbeda-beda. Setidaknya, suatu ide aktualisasi oleh seorang pustakawan di satu bagian tidak akan menjadi ‘makhluk asing’ bagi pustakawan lain di bagian manapun. Lebih dari itu, kebersamaan semacam ini akan menimbulkan jalinan ikatan yang kuat untuk saling mendukung antar-individu dalam sebuah organ; antar-pustakawan di perpustakaan dalam hal ini. Dan

_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

yang jelas, bila perwujudan standarisasi akuntabilitas profesional diatas adalah peristiwa kebaikan dan kebenaran, maka perwujudan ikatan berdasarkan azas kebersamaan ini adalah peristiwa keindahan.

Lalu bagaimana halnya dengan pustakawan Perpustakaan IAIN Kediri?

Meskipun selama ini diistilahkan sebagai ‘jantung perguruan tinggi’, tetapi dalam struktur organisasi lembaga pendidikan tinggi, perpustakaan adalah organ penunjang disamping atau diantara organ-organ utama lainnya: rektorat, fakultas dan bagian administrasi. Organ-organ utama menjalankan fungsi utama sedangkan organ penunjang menjalankan fungsi penunjang. Dalam struktur organisasi IAIN Kediri, perpustakaan adalah unit pelaksana teknis (UPT), salah satu unsur penunjang yang mempunyai tugas: ‘menyusun kebijakan dan melakukan tugas rutin untuk mengadakan, mengolah, dan merawat pustaka serta mendayagunakannya baik bagi civitas akademika IAIN Kediri khususnya, maupun masyarakat luas.‘ Perpustakaan IAIN Kediri memiliki beberapa fungsi: (1). Pusat pelestarian dan penyimpanan ilmu pengetahuan agama Islam; (2). Pusat belajar mengajar; (3). Pusat penelitian; (4). Pusat penyebaran ilmu pengetahuan; (5). Rekreasi budaya. (Diakses pada 20-7-2020, dari Tugas Pokok Dan Fungsi | Perpustakaan IAIN Kediri: https://library.iainkediri.ac.id/tugas-pokok-dan-fungsi/). Rumusan inilah yang seharusnya menjadi landasan formal akuntabilitas kinerja profesional pustakawan sebagai pengelola atau pelaksana tugas-tugas perpustakaan IAIN Kediri sebagaimana yang telah digagas diatas.

Break-down dari rumusan tugas dan fungsi tersebut kedalam instrumen ukuran kinerja pustakawan bisa jadi merupakan telaah dari pernyataan tugas yang digaris-bawahi ‘menyusun kebijakan’; penugasan pustakawan menjadi mitra penelitian dosen bisa jadi merupakan telaah dari pernyataan tugas yang digaris-bawahi ‘mendayagunakannya bagi civitas akademika’; kesadaran dan pemahaman kita bahwa kedua hal ini merupakan kewenangan kepala perpustakaan bisa jadi merupakan hasil belajar kita, …jika dipaksa. Sayangnya, biasanya kita enggan dan abai!!

Sekarang, coba perhatikan kata-kata yang digaris-bawahi dalam rumusan fungsi Perpustakaan IAIN Kediri diatas. Baca dan ingat-ingat hal tentang ‘pusat penelitian’ dan ‘pusat penyebaran ilmu pengetahuan’! Lalu, lanjutkan dengan menelaah rumusan salah satu tonggak tujuan IAIN Kediri ini!  ‘meningkatnya

kajian-kajian dan penelitian yang menunjang pendidikan dan kemajuan ilmu serta teknologi yang berbasis keilmuan, keislaman dan keindonesiaan‘ (Diakses pada 20-7-2020, dari Visi, Misi dan Tujuan – IAIN  Kediri: http://iainkediri.ac.id/visi-misi-dan-tujuan/).

Atau, baca ulang bagian dari paragraf ke-2 artikel ini!  Misalnya: seluk beluk scholarly communication (komunikasi ilmiah); booming open access beberapa waktu lalu; institutional repository sebagai kanal alternatif legitimasi peer-review dan publikasi hasil-hasil riset; jaringan inter-library; bahkan tentang academic library. ()

Apakah setelah cek, telaah, dan baca barusan, terpikirkan gambaran tentang sesuatu (definisi, peristiwa, tokoh, pengelolaan, apapun)? Sesuatu yang berkaitan dengan IAIN Kediri, Perpustakaan, dan kita sebagai Pustakawan? Perlukah membicarakannya dengan teman-teman di perpustakaan?

Jika ‘Ya’, berarti sudah ada awareness dan upaya pemutakhiran bawaan. Jarak antara harapan dan kenyataan bersifat wajar. Harapan akan kebaikan, kebenaran, bahkan keindahan tadi.

Jika ‘Tidak’, maka antara harapan dan kenyataan malah ada sekat. Bagai tempurung yang memisahkan katak dengan dunia luar. Sisi dalam tempurung adalah zona nyaman (mind-set). Tempurungnya adalah keengganan telaah dan sikap abai yang terpelihara dan yang meniadakan awareness.

Wallahu a’lam.

REFERENSI

____________________

John M. Budd, 1998, The Academic Library: Its Context, Its Purpose, and Its Operation. Englewood, Colorado: Libraries Unlimited Inc..

Ahmed Shehata, David Ellis, Allen Foster, 2015, Scholarly Communication Trends in the Digital Age, The Electronic Library, Vol. 33 Iss 6 pp. 1150 – 1162.

Carol Tenopir, Elizabeth D. Dalton, Lisa Christian, Misty K. Jones, Mark McCabe, MacKenzie Smith, and Allison Fish, 2017, Imagining a Gold Open Access Future: Attitudes, Behaviors, and Funding Scenarios among Authors of Academic Scholarship, College & Research Libraries, Vol. 78 Iss 6.