Profesionalisme Pustakawan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam

Oleh : Komarudin

Manusia diciptakan dan hidup di dunia ini memiliki dua fungsi yakni sebagai khalifah sekaligus hamba Allah (abdun). Manusia diciptakan dalam bentuk yang sempurna serta dibekali potensi baik lahir maupun bathin sebagai suatu kepribadian manusia yang utuh. Pendidikan Islam menganut prinsip keseimbangan dari keseluruhan kepribadian manusia yakni keseimbangan antara jasmani dan rohani, indiividu dan masyarakat, dunia dan akherat, serta keseimbagan intelektual dan emosional. Selain prinsip tersebut dasar yang digunakan sebagai landasan dalam membangun pendidikan islam yakni al-qur’an dan as-sunnah. Sedangkan tujuan  pendidikan Islam sebagaimana di kemukakan Asy-Syaibani (Daulay, 2009) pada intinya adalah persiapan untuk kehidupan dunia dan akherat.

Suatu upaya untuk merealisasikan konsep pendidikan islam tersebut diperluakan kelembagaan yang dapat meralisasikan aspek pendidikan antara lain ketuhanan, akhlak, akal dan ilmu pengetahuan, fisik, kejiwaan, keindahan, dan keterampilan. Kelembagaan tersebut dapat berupa lembaga pendidikan formal, nonformal maupun informal. Kelembagaan pendidikan Islam formal di Indonesia terdiri dari lembaga pendidikan dasar menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi Islam terdiri dari sekolah tinggi, institut dan universitas baik negeri maupun swasta. (Daulay, 2009)

Pendidikan tinggi memiliki tugas pokok yang dikenal dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Tujuan serta tugas pokok tersebut dapat dicapai dengan peningkatan kualitas berbagai aspek perguruan tinggi agama islam. Arif Furchan mengemukakan bahwa untuk membenahi mutu lulusan maka perguruan tinggi agama Islam harus memperhatikan sembilan yang mempengaruhi proses pendidikan : yaitu 1) kurikulum; 2) silabus; 3) pembelajaran; 3) Dosen; 5) mahasiswa; 6) lingkungan belajar; 7) fasilitas belajar; 8) dana operasional; 9) kepemimpinan dan manajemen. (Perta, 2005)

Salah satu peranan dalam pengambangan kualitas perguruan tinggi dilaksanakan oleh perpustakaan. Perpustakaan pada perguruan tinggi bersama-sama unit lain turut melaksanakan Tri Dharma perguruan tinggi. Tugas perpustakaan tersebut yaitu memilih, menghimpun, mengolah dan memberikan pelayanan sumber informasi kepada seluruh civitas akademika. Perpustakaan perguruan tinggi memiliki tujuan memenuhi keperluan informasi pengajar dan mahasiswa, menyediakan bahan pustaka rujukan pada semua tingkat akademis, menyediakan ruangan untuk pemakai, dan menyediakan jasa peminjaman serta menyediakan jasa informasi aktif bagi pemakai. (Qalyubi, 2007)

Profesionalisme Pustakawan

Hoogervorst (2008) menggambarkan perkembnagan terkini dalam dunia kepustakawanan sebagai berikut :

Bidang Inti keahlian profesional pustakawan

Bidang inti keahlian profesional seoirang pustakawan secara umum dikelompokkan kepada tiga bagian : informasi, teknologi informasi dan pengguna. Ketiga aspek tersbut merupakan domain kepustakawanan yang Informasi.

Bidang keahlian utama pustakawan yang paling mendasar adalah pengetahuan tentang sumber informasi serta cara mengorganisasikannya. Pustakawan sudah seharusnya memiliki pengetahuan tentang pengadaan bahan pustaka termasuk pengembangan dan manajemen koleksi, pengorganisasian termasuk didalamnya (pengatalogan, pengindeksan, dan desain pangkalan data), manajemen penyimpanan sumber informasi secara fisik, dan temu kembali informasi, pustakawan harus mengetahui bagaiman amengakses informasi.

a. Teknologi informasi

Pustakawan harus memahami teknologi informasi dan menggunakannya secara efektif. Teknologi bukanlah tujuan akhir namun ia merupakan sarana untuk mengelola dan menggunakan informasi.

b. Pemustaka

Pustakawan perlu untuk memberikan perhatian yang besar terhadap pemustaka. Pustakawan harus memahami kebutuhannya, pola penggunaan informasi, dan memenuhi kebutuhan mereka dengan berbagai sumber informasi yang ada. Analisis pemustaka perlu dilakukan oleh pustakawan, dan para manajer perpustakaan sebagai landasn untuk mengembangkan layanan perpustakaan.

c. Dimensi praktis

Dari tiga bidang inti perpustakaan di atas kemudian dikembangkan empat hal dimensi praktis sebagai berikut :

1. Pembuatan sarana informasi

Seiring dengan meningkatnya dunia informasi yang semakin kompleks dan kompetitif maka kebutuhan akan saran informasi menjadi sangat penting. Perubahan yang terjadi terahadap pembuatan, penyebaran dan penggunaan informasi membutuhkan sarana baru dalam membantu pengguna menyimpan, menemukan dan temu kembali informasi dalam konteks baru tersebut.

2. Manajemen informasi

Bidang ini berkaitan langsung dengan pelaksanaan sarana yang disebutkan di atas untuk manajemen informasi mulai dari pengadaan sampai pada penyebarluasannya. Apalagi dalam era penyebaran informasi digital maka proses akses informasi, penyaringan, analisis dan penggunaan informasi menjadi sangat penting dalam bidang manajemen informasi.

3. Layanan

Secara tradisional layanan yang disajikan kepada pengguna terdiri dari dua bentuk layanan yakni melayani pengguna untuk memenuhi kebutuhan informasi melalui sarana yang ada dan melatih pengguna menggunakan sarana tersebut. Model dalam pemberian layanan yaitu dengan model “consultative” atau “partnership”. Masksudnya, pustakwaan sebagai agen atau mitra dalam kaitan dengan informasi melalui kegiatan analisis informasi, sintesis dan penyajian informasi sebagai produk. Pustakawan bekrjasama untuk memecahkan masalah informasi bersama pemustaka.

Pustakawan harus menyadari isu tentang manajemen. Pustakawan membutuhkan keahlian dalam manajemen dan perilaku organisasi yang menekankan kepada  efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas. Sebagaimana dalam organisasi lain, kebutuhan akan keahlian ini sangat mendasar, karenha tanpa sumberdaya yang cukup dan pekerjaan efektif mereka, perpustakaan dan organisasi atau unit informasi tidak akan mampu menyajikan layanan kebutuhan masyarakat mereka, dengan demikian pada akhirnya kehilangan legitiamasi sebagai penyeleasai isu informasi masyarakat.

Penutup

Agar menaikkan citra pustakawan di mata masyarakat maka kreativitas menjadi konsep kunci untuk ke depannya. Kreativitas yang dapat dikembangkan yaitu melalui kegiatan menulis dan melakukan transfer pengetahuan kepada pemustaka. Pustakawan perguruan tinggi menunjukkan keahliannya sebagai satu bagian integral dari pembelajaran di perguruan tinggi. Misalnya pustakawan memiliki keahlian dalam mengorganisasi, mengevaluasi, dan menyediakan akses terhadap informasi yang dibutuhkan dalam pembelajaran, penelitian, dan kurikulum dari dispilin ilmu yang berbeda-beda secara akurat. Pengembangan koleksi dan pengatalogan, penyediaan sumberdaya, pengembangan sistem, disain web, dan instruksi. Kreativitas ini akan memiliki dampak yang sangat besar terhadap kepustakawanan.

Perpustakaan vs Media Digital

Oleh :  Basit Aulawi

“ Begitu banyak masyarakat yang menggunakan media digital sebagai kiblat pencarian informasi  sementara banyak kekurangan yang dijumpai di media digital dalam menyajikan informasi  yang valid.”

Di era teknologi digital saat ini masyarakat dimudahkan akan pencarian sebuah informasi serta kamunikasi yang simpel, cepat dan murah sehingga sebuah keinginan yang terngiang di otak pada saat itu juga sudah ada digenggaman.

Namun segala kemudahan yang diakibatkan dengan adanya memunculkan sebuah kekhawatiran akan keberadaan perpustakaan konvensional, pernah sekilas terdengar sebuah obrolan yang sangat mengusik “ kalau bisa didapat di internet ngapain mesti capek – capek mencari di perpustakaan “ ?????

Sebuah keragu raguan akan eksistensi perpustakaan konvensional, perlukah perpustakaan di era digital yang mana semua data, informasi dapat diperoleh tanpa beranjak dari tempat duduk  tinggal klikk dapat…..

Dan sebuah realita  yang terjadi dikalangan civitas akademika IAIN Kediri ( pejabat sampai mahasiswa ) tidak bisa terlepas dari internet baik yang mengakses melalui laptop  maupun badget baik dikantor, ruang kelas, di perpustakaan setiap saat setiap waktu.

Lalu bagaimana dengan civitas IAIN  yang mengunjungi dan memanfaatkan perpustakaan  untuk kepentingan ilmiah mereka, dan data menunjukan tidak kurang dari 500 pengunjung dari 9000 jumlah civitas IAIN Kediri memanfaatkan perpustakaan setiap harinya, sebuah realita yang ironis.

Dan anggapan bahwa media digital dalam hal ini adalah internet adalah segala – galanya untuk mendapatkan semua informasi adalah kurang tepat mengapa demikian ? sebuah penelitian di negara bagian Australia memaparkan bahwa

  1. Terdapat 4 milyar web dan hanya 6 % yang memuat tentang pendidikan
  2. Usia Web tidak lebih dari 2 bulan
  3. Google hanya mempu mengindeks 18 % halaman yang ada dari total semua halaman
  4. Rata – rata pengguna internet tidak pernah mengecek kebenaran dari informasi yang didapatkannya.
  5. Tidak semua informasi tersaji di internet, hanya 8 % berisikan tentang jurnal dan berbagai buku dari disiplin ilmu, sementara semua informasi ilmiah berasal dari jurnal dan buku
  6. Pengguna media digital sering kebingungan, buang – buang waktu bahkan prustasi ketika mencari sebuah topik di Hal ini terjadi karena informasi yang disajikan di internet kurang terorganisasi dalam menyajikan sebuah informasi
  7. Karena bersifat terbuka, maka sulit dipertanggung jawabkan dari segi kwalitas informasi yang disajikan serta sulit diindentifikasi sumber sumbernya.

Lalu bagaimana dengan perpustakaan konvensional…..? 

Segala bentuk informasi yang tersajikan sudah melalui peoses seleksi dan penyajian yang terorganisasi sesuai standar pengolahan dan pengadaan perpustakaan sehinga segala bentuk informasi yang didapatkan diperpustakaan dapat dipertanggung jawabkan serta berkwalitas tinggi namun karena kurang maksimal dalam segi layanan dan pengelolaan perpustakaan maka perpustakaan kurang dilirik oleh masyarakat.

Melihat realitas tersebut diatas begitu banyak masyarakat yang menggunakan media digital sebagai kiblat pencarian informasi  sementara banyak kekurangan yang dijumpai di media digital dalam menyajikan informasi  yang valid maka lembaga perpustakaan  dapat megambil peran secara maksimal dalam memberikan informasi melalui media dengan berbagai macam metode antara lain :produk berkualitas.

Perpustakaan secara pro aktif mencari bahan pustaka merupa ebook dan menyajikan melalui web perpustakaan.

Perpustakaan berbenah dan menyiapkan diri baik dari segi sumber daya manusia, sarana prasarana serta mengolah koleksi dengan sedemikian rupa untuk dapat ditampung da data base perpustakaan dan disajikan dalam bentuk online selama 24 jam dan 7 hari non stop

Perpustakaan menyiapkan pustakawan yang handal serta profesional untuk memberikan layanan prima kepada pemustaka selama 24 jam melalui media digital termasuk internet

Dengan banyaknya karya ilmiah hasil dari penulisan, penelitian maupun diskusi – diskusi yang berkwalitas dapat dibuat respositori sehingga dapat diakses melalui media digital setiap saat dimanapun dan kapanpun

Perpustakaan IAIN Kediri Era digital seperti saat – saat ini bukan merupakan sebuah momok bagi perpustakaan namun sebagai peluang bagi pengelola perpustakaan untuk lebih kreatif, inovatif untuk mengelola sumber daya perpustakaan agar menjadi produk yang bernilai jual bukan hanya pada civitas akademika namun untuk masyarakat umum dengan mengedepankan sebuah

Perpustakaan dan Pustakawan Jaman Now

Oleh : Muhamad Hamim

“ Dengan adanya keterbukaan akses, maka diharapkan ilmu pengetahuan semakin berkembang dan mengilhami lahirnya ilmu-ilmu baru yang digunakan untuk kemaslahatan umat manusia.”

Paradigma perpustakaan di era digital ini sudah mulai berubah. Kalau dulu perpustakaan identik dengan tumpukan buku yang usang dan berdebu, namun sekarang ini perpustakaan menjadi salah satu spot menarik yang harus dikunjungi. Perkembangan teknologi mempunyai andil besar dalam pergeseran paradigma ini. Teknologi mampu menampilkan sudut pandang yang berbeda dari sebuah perpustakaan.

Teknologi sudah menjadi kebutuhan masyarakat modern jaman now. Manusia tidak bisa lepas dari yang namanya gadget, internet dan informasi. Fenomena ini memaksa perpustakaan untuk membuka diri dan menampilkan diri dalam wujud yang lebih modern. Salah satu tujuan didirikannya perpustakaan adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Salah satu kebutuhan masyarakat modern saat ini adalah terpenuhinya informasi yang dibutuhkan sesuai dengan karakter perpustakaan. Setiap perpustakaan harus mempunyai diversifikasi yang menjadi ciri khas perpustakaan. Begitu juga perpustakaan yang berada di lingkungan perguruan tinggi.


Karakteristik perpustakaan perguruan tinggi sangatlah berbeda dengan perpustakaan umum atau perpustakaan sekolah. Perguruan tinggi dianggap sebagai wadah candra dimuka calon intelektual bangsa. Sehingga perpustakaan harus bisa mengambil peran dalam penggodokan calon-calon intelektual yang akan menjadi penerus bangsa. Slogan perpustakaan adalah “jantungnya perguruan tinggi” tidak akan berarti apa-apa tanpa peran aktif pengelola perpustakaan dalam proses belajar dan pembelajaran di perguruan tinggi. Pengelola perpustakaan dituntut untuk selalu berperan aktif dalam proses pengembangan keilmuan di perguruan tinggi. Untuk itu perlu adanya peningkatan kompetensi dasar pengelola perpustakaan. Tuntutan kepada pengelola perpustakaan semakin tinggi. Tidak hanya sekedar menguasai klasifikasi, pengolahan bahan pustaka, penjajaran koleksi, pengadaan bahan pustaka. Nam¬un lebih dari itu, pengelola perpustakaan harus mampu menguasai teknologi, khususnya yang berkaitan dengan penyediaan informasi. Selain itu, pengelola perpustakaan harus mampu menjadi mitra bagi civitas akademika dalam melakukan penelitian yang menjadi tugas dasar civitas akademika perguruan tinggi.

Untuk mampu menjadi mitra bagi peneliti, maka pengelola perpustakaan harus menjadi peneliti yang baik pula. Memahami alur penelitian sangatlah penting. Selain memahami alur penelitian, harus juga memahami bagaimana menuangkan hasil penelitian kedalam sebuah tulisan. Kemampuan seperti ini mutlak diperlukan oleh pengelola perpustakaan perguruan tinggi jaman now. Kemampuan meneliti dan menuangkan hasil penelitian akan menjadi modal awal yang sangat berguna untuk mengembangkan layanan yang ada di perpustakaan. Seperti kita tahu bahwa selama ini perpustakaan hanya berkutat pada layanan administratif yang harusnya segera dikembangkan sesuai dengan perkembangan jaman.

Di era digital ini, sudah banyak dikembangkan layanan-layanan administratif berbasis online. Perpustakaan akan bisa eksis apabila mampu menerjemahkan perkembangan teknologi tersebut kedalam layanan-layanan yang dimilikinya. Hal ini bisa diwujudkan dengan mengubah style layanan dari layanan berbasis konfensional menjadi layanan berbasis online. Pinjam buku secara online, reservasi online, registrasi online dan masih banyak lagi layanan-layanan yang bisa dikembangkan berbasis online service. Sehingga perpustakaan mampu menjadi salah satu penyedia informasi yang diminati sekaligus terpercaya.

Tujuan dari repository pada awalnya adalah sebagai pusat deposit grey literature yang dimiliki oleh perguruan tinggi. Grey literature merupakan hasil karya tulis civitas akademika yang tidak pernah diterbitkan seperti skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian, makalah dan lain sebagainya. Kesadaran untuk berbagi mengilhami berdirinya repository lembaga. Hampir semua perguruan tinggi memiliki repository. Kebanyakan, repository bersifat open access dan bisa dipelajari dari mana saja. Sehingga semua orang bisa mendapatkan informasi tentang penelitian yang sedang dilakukan. Dengan adanya keterbukaan akses, maka diharapkan ilmu pengetahuan semakin berkembang dan mengilhami lahirnya ilmu-ilmu baru yang digunakan untuk kemaslahatan umat manusia.

Keterbukaan akses ini bukannya tanpa kendala. Salah satu permasalahan dari akses terbuka adalah plagiasi ilmu pengetahuan. Banyak sekali oknum yang menyalah-gunakan arti penting open access untuk kepentingan pribadi. Sehingga perlu dicari alternative solusi untuk mencegah terjadinya plagiasi. Saat ini sudah ada tools untuk mencegah kegiatan plagiasi ini. Akan tetapi bagi sebagian orang atau lembaga ini masih sulit terjangkau karena keterbatasan anggaran. Sebenarnya, dengan adanya keterbukaan akses ini menjadi jembatan untuk pencegahan plagiasi. Karena selama ini lembaga tidak mengetahui apakah karya tulis (penelitian) yang dilakukan merupakan murni karya sendiri atau merupakan hasil daur ulang dari penelitian yang telah dilakukan oleh orang lain. Dengan adanya keterbukaan akses, maka akan diketahui adakah penelitian serupa dan apakah penelitian tersebut hasil karya sendiri atau sudah ada ditempat lain. Untuk menemukan tingkat kesamaan tersebut, maka diperlukan indexing terhadap penelitian-penelitian yang sudah diterbitkan dalam open access yang diterbitkan di lembaga lain. Namun lagi-lagi keterbatasan anggaran menjadi kendala utama dalam penerbitan karya tulis dan open access untuk kemajuan pengetahuan.

Segala hal butuh proses. Inisiasi perpustakaan digital, repository dan open access menjadi batu loncatan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Selain itu, diperlukan peran aktif pengelola perpustakaan dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam dunia pendidikan. Kita berharap, perpustakaan akan menjadi salah satu pusat peradaban yang mampu menyajikan informasi-informasi valid yang dibutuhkan masyarakat. Paradigma perpustakaan sebagai lembaga pelengkap dan recycle bin akan tergerus dengan sendirinya apabila perpustakaan dan pengelola perpustakaan mampu membuktikan diri sebagai salah satu pusat informasi dan pengetahuan. Sekali lagi, Segala sesuatu butuh proses. Tapi saya yakin bahwa apa yang menjadi angan-angan ini akan indah pada waktunya.